Minggu, 29 Juni 2008

Believe in Beliefs

Dari sekolah dasar kita udah diajarin tentang lima agama yang diakui di Indonesia. Dan sampai sekarang makin banyak aja agama yang beredar. Masing-masing orang bebas memilih kepercayaannya. Hal itu bahkan udah diatur di undang-undang negara ini. Oleh karena itu, menurut saya ngga ada yang boleh men-judge agama tertentu, apalagi merasa kalau kepercayaanya yang paling benar. Itu yang sering terjadi. Itu yang salah dari manusia. Bukannya kita sering dengar kalau Tuhan itu satu dan ada berbagai cara untuk berbicara dengan-Nya. Buat saya, ibaratnya kita mau ke swahili, ada banyak jalan kan menuju ke sana. Terserah masing-masing pribadi mau lewat mana, yang penting ujung-ujungnya kita semua bertemu di sana. Saya ngga menyalahkan orang yang ngga berpegang pada satu kepercayaan pun, selama orang itu masih percaya Tuhan. Saya hanya menganggap orang itu belum menemukan cara yang paling OK untuk bercerita dengan Dia. Saya lebih menghargai orang biasa yang agamanya hanya sebatas formalitas KTP daripada mereka-mereka yang rajin 'menghadap Tuhan' tapi kelakuannya ngaco. Satu lagi yang bikin saya gerah dengan 'mereka-mereka' itu, mereka men-Tuhan-kan agama, bukannya Tuhan itu sendiri. Ajaran agama disalahartikan, hasilnya? Yah, kejadian-kejadian anarkis sekarang ini.
Hanya sekedar informasi, saya kenal dengan orang yang menemani Ibunya menyembah Budha, ikut kelas agama Katholik di sekolah, datang ke perayaan Natal di Gereja Protestan, dan tertera 'Islam' di KTP-nya (kesalahan terletak pada Pak RT). Tapi so far dia ga men-judge agama orang lain dan yang terpenting dia percaya Tuhan. Seperti yang saya bilang tadi, dia cuma belum menemukan jalan menuju ke sana. But someday she will. (n.)

3 komentar:

Radith Prawira mengatakan...

teman yang dimaksud sodara ko mirip dengan yang saya tau ya?saya juga memiliki teman dengan deskripsi yang disebutkan (multi agama)

saya pribadi juga mendukung kebebasan beragama, hal itu jelas memang diatur dalam UU, dimana tujuan pembentukan UU itu sendiri pada hakikatnya kan untuk mengayomi, melindungi, dan menjaga ha2 dan kewajiban warganya, dalam hal ini masalah kebebasan beragam,

sedari kecil saya juga diajar bertenggang-rasa dengan sesama, teman2 saya tidak terbatas hanya yg satu agama dan keyakinan dgn saya.

di dalam hidup bermasyarakat tapi diperlukan peraturan untuk menjaga ketertiban yg ada. semua manusia memiliki hak2, tetapi manusia juga memiliki kewajiban2. dalam menjalankan hakn2ya manusia tidak blh melangkahi kewajiban2nya terlebih dahulu. apakah pantas seseorang meminta gaji padahal dia belumlah bekerja apa2?

di dalam menjalankan hak kebebasan beragama sesorang juga harus memperhatikan dan tunduk pada kewajiban (norma2 sosial)yang ada di dalam lingkup masyarakat bhinneka. bukan masalah siapa yang benar dan siapa yang salah tetapi lebih kepada menjaga keharmonisan dan kerukunan bermasyarakat.

umpanya begini, ada seorang warga baru di suatu perumahan. satu malam dia menyetel tv keras2. hal ini tentu mengganggu tetangganya yg (mgkn) sdg beristirahat. si warga baru tersebut besikukuh kalo hal tersebut merupakan haknya. "tv2 gwe ini!"

terakhir dan yg paling utama..
hukum itu tidak identik dengan keadilan. Keadilan itu relatif

kacamatakita mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
novy E mengatakan...

hidup radith!