Minggu, 20 Juli 2008

Cokelat-cokelat kehidupan

Cokelat. Cokelat. Cokelat. Nah, i am definetely not a big fan. Cenderung nggak suka malah. Gw tipe orang yang bakal minta es krim banana split gw dituker jadi vanila-stroberi-vanila instead of cokelat-vanila-stroberi. Gw nggak doyan sama sekali sama om Black Jack di J.Co. Gw nggak bakal marah-marah kalo bokap beli cokelat terus nggak bagi-bagi (FYI, bokap gw adalah tipe orang yang punya schedule rutin untuk beli cokelat). Gw juga lebih doyan susu putih dibanding susu cokelat. Gw nggak bakal gilaaa kalo ada orang yang bagi-bagi cokelat gratis...yang mahal sekalipun.

Even so, yang namanya hidup emang nggak bisa lepas totally dari yang namanya cokelat. Kalo minum es alpukat di kampus, gw pasti minta dilebihin susu kental manis cokelatnya (walaupun kadang gw suka enek sendiri sih). Gw juga penikmat
white chocolate karna rasanya nggak 'cokelat', know what i mean? Satu lagi hal yang pasti, gw bakal tersenyum lebar kalo pas Valentines Day dikasih cokelat.

Cokelat juga bukan cuman makanan aja. Cokelat tuh kan warna yah bok?! Makanan cokelat aja di ambil dari warnanya yang cokelat (walaupun skrg ada
white chocolate yang baru gw discover ternyata terbuat dari 'chocolate butter' entah gimana maksudnya)

So anyways, ini lah beberapa 'cokelat' yang ada di hidup gw:

cokelat, for my heart:
2 Minggu lalu gue jalan berdua sama temen gw dan kita mampir ke supermarket. Pas lagi lewat lorong cokelat2 dan permen, dia nanya ke gw cokelat apa yang enak. Gw tunjukin satu merek cokelat yang gue lumayan cocok, yang akhirnya dibeli sama temen gw. Pas keluar dari supermarketnya, tau-tau dia nyodorin cokelatnya ke gw. "Buat lo," kata dia. Gw agak kaget karna bener-bener nggak expecting dan somehow gw merasakan rasa haru yang lumayan diluar dari biasanya. Sampe speechless dan salting padahal temenan udah lamaaaa gila dan dia cewe pula. Hihi. (loh kok mulai geli ya?!) Chocolate is sweet, and giving chocolate is a sweet thing to do. Siapa coba yang ngga mau?

cokelat, i wear:
Gue suka warna cokelat dalam hal tas dan sepatu atau aksesoris lainnya. Somehow warna cokelat berkesan natural dan nggak norak. Classic tapi oke. Jaman skarang juga banyak tuh tas-tas berbahan kulit yang warnanya cokelat (muda dan tua) yang bikin kesan 'vintage', sehingga 'digandrungi' para wanita. Buat cowok, gw perhatiin mayoritas cowo tuh pasti punya celana berwarna cokelat, entah itu cokelat muda atau tua, celana pendek yang selutut ato celana panjang. Yang pasti gw yakin hampir semua cowo yang gw kenal pernah gw liat memakai celana cokelat (biasanya cokelat muda). Yes, warna cokelat itu udah kaya 'must have' item dalam pakaian sehari-hari. Coba cek ke lemari lo sekarang, gw yakin lo pasti punya 1 item (baju/sepatu/celana/baju dalem) yang warnanya cokelat.

cokelat, a nature stand-out:
Seperti yang gw bilang sebelomnya, warna cokelat itu natural. Somehow di mata gue warna cokelat adalah warna yang 'membumi' ato 'bumi banget' ato kalo elo G4UL kaya yang kemaren gue bilang, "bumi bwangetsszzz". Gyahahah. Ok serius. Menurut gw cokelat = nature. Warna alam yang
stand out banget, walaupun orang lebih sering mengagung-agungkan hijau sebagai warna bumi. Oke, pohon warnanya hijau. Oke, rata-rata daun warnanya hijau, tapi sebenernya walaupun berkesan 'gersang' atau 'kotor', warna cokelatlah yang mendasari semua kehijauan bumi kita. Bahkan bukan cuman si hijau, tapi warna-warna indah lainnya. Bukan begitu? So maybe cokelat should be the new GREEN!

cokelat, i produce:
What? Sejak kapan gw produksi cokelat? Haha. Tenang, bukan cuman gw kok! elo-elo pada juga produksi cokelat. Tubuh manusia itu sebenernya pabrik cokelat. Just not the
right chocolatet to eat. Setiap hari (bagi yang pencernaannya bermasalah mungkin 2 atau 3 hari sekali), manusia pasti bakal merasakan gejolak asoyy di perutnya yang ujung-ujungnya bakal bikin dia lari-lari ke WC dan mengeluarkan cokelat-cokelat alami dari pencernaannya. Kadang bentuknya keras kaya batu, kadang lembek kayak lemper, kadang juga completely WATER! Yang satu ini namanya 'hot chocolate i produce'! hiahaha. Kenapa gw makin jorok?!! Maaf. Maaf. Tapi bener kan? Fakta kan? Setuju dong?!


Inti dari post gw ini adalah:

yang namanya hidup manusia itu emang nggak akan jauh-jauh dari si 'cokelat'.

So it's okay if you don't like chocolate.
Masih ada warna cokelat yang bisa lo pake.
Atau warna cokelat yang bisa lo nikmati di alam bebas.
Kalo masih nggak suka juga, silahkan nikmati cokelat produksi sendiri.

Cokelat is everywhere! oh yeah!

C.A. yang nggak suka cokelat.

Jumat, 18 Juli 2008

Gue dan Cokelat

Semua orang suka cokelat. Ada yang nggak? Memang ada beberapa yang ga suka-suka banget, tapi ga bisa dimasukkan ke dalam kategori pembenci cokelat. Tidak seperti delicacy lainnya seperti keju yang digemari sebagian orang dan dihindari sebagian lainnya (Gue pernah bawa beberapa donut keju ke Medan dan mereka membuang kejunya sebelum memakan donutnya. LOL.).

Gue termasuk orang yang gila makan cokelat, dalam artian secara berkala gue akan membeli cokelat sebanyak-banyak dan memakannya like there’s no tomorrow. Gue akan mengeluarkan berpuluh ribu rupiah untuk beberapa Toblerone atau Ritter Sport dan menghabiskannya lebih cepat dari jam kerja seorang kuli bangunan untuk memperoleh uang yang sama. Kalau dipikir-pikir, gue keterlaluan juga.

Kalau uang di dalam dompet dalam kondisi setengah mengenaskan, maka nafsu makan cokelat cukup dipuaskan dengan sekotak Chocolatos yang bertahan paling lama 3 hari. Silverqueen dan beberapa produk Cadbury juga pilihan yang bijak di tengah kondisi cekak.

Gue juga akan melahap cokelat dalam produk olahan lain seperti brownies (yang rum raisin dari Kartika Sari, hell yea!). Waktu SMA gue punya temen namanya Tyas. Brownies buatan dia salah satu paling enak yang pernah gue cicipin. Mungkin di antara pembuat brownies amatir (baca: tidak bermerek), brownies dia yang paling ajib. Good news for me, akhirnya bulan ini ada reuni kelas gue dulu. Tyas, bawa brownies ya!

Dulu ada orang ngomong ke gue, kalau bicara cokelat harus bicara Hershey’s. Walau gue pikir ga segitunya juga, tapi memang rasanya Hershey’s memang enak. Biarpun begitu, gue agak males untuk membeli Hershey’s di jaringan ritel ibukota. Sama malesnya untuk membeli cokelat-cokelat mahal di gerai-gerai yang khusus menjual cokelat. Tunggu saudara datang dari luar negeri sajalah.

Begitulah kira-kira sekelumit cerita gue tentang cokelat. O iya, jauhi cokelat-cokelat macam cap ayam jago dan sejenisnya karena itu bahkan bukan cokelat. Hanya mirip-mirip cokelat. Kira-kira seperti masturbasi lidah lah.

Note: 9 bungkus Chocolatos dihabiskan dalam proses pembuatan tulisan ini.

*Pangeran Siahaan, pemakan (bukan penikmat) cokelat.

Rabu, 16 Juli 2008

BCL = Bolabola Coke-Lat

Hampir semua orang bumi cinta sama yang namanya cokelat. Untuk suka sama cokelat, ngga wajib kenal berbagai merk dan jenisnya. Bisa menikmati aja udah cukup. Yuk kita coba bikin sesuatu yang simple dan menyenangkan.

Pertama, sediain dulu bahan-bahannya:
Biskuit marie (konon yang terkenal merk-nya reg*l. hee) 125 gr
Susu kental manis (boleh cokelat atau putih) secukupnya
Cokelat bubuk 1 sdt
Rum 1 sdt
Cokelat meses (gue ga tau ejaannya. haha.) secukupnya

Sekarang kita mulai bikin.
Pertama-tama, tumbuk biskuit marie sampe halus atau agar kasar, terserah doyanynya aja. Terus, campur dengan cokelat bubuk dan rum. Aduk sampai rata. Habis itu, masukin susu kental manis pelan-pelan sambil diaduk. Si susu kental ga ada takarannya, pokoknya sampe adonannya bisa dibentuk aja. Pasti ngeh kok. Kalau udah jadi adonan yang OK, dibulet-buletin. Terakhir, celupin ke meses terus masukin kulkas biar dingin dan mengeras.

Kalau udah jadi, santap!!

Mudah bukan membuatnya? Hihi. (n.)

Cokelat... Pahit Realitamu, Manis Sepuhanmu...

Saya percaya ketika bicara tentang coklat, yang akan kita bayangkan adalah "manis", "gurih", dan hmmm.... lelehan yang menggoda... hehehe

tapi percayakah kamu kalau cokelat itu aslinya pahit?...

sepahit tanggapan pacar kamu ketika mereka seandainya saja mendapati kulit kamu yang tadinya putih langsat menjadi cokelat legam?? gak percaya? perhatikan saja perubahan peringainya...

mungkin ketika kamu dan pacar kamu berdua telanjang, bersiap untuk bercinta ada segaris rasa kecewa di mata kami, para lelaki, melihat perempuan kami menjadi cokelat belang-belang, entah karena mandi sinar matahari di bibir pantai atau karena mengejar bis kota yang kunjung penuh...

sekonyong-konyong 'keputihan' hati dan kenangan yang telah menemani ksiah hidup sekonyong-konyong menjadi luntur karena coklat...

mungkin sepahit rasa ketika kamu menemukan iklan lilin pelapis kulit di TV, yang biasanya hanya menerpa perempuan, juga ternyata berhasil menyihir kaum pria

keduanya sama, mengejek kulit berwarna yang berimbas kepada rasa kurang percaya diri dan berujung pada belilah produk kamu untuk mengatasi "masalah" yang pada awalnya memang dibuat-buat

padahal kita tahu -mungkin- ayah kita berkulit cokelat, ibu kita berkulit cokelat. dalam kehiudpan lain kita bisa jadi lahir dari indonesia timur atau belahan benua Afrika pun, bilamana masih kita mau mengurung diri tanpa terkena mentari selama bertahun-tahun warna cokelat kulit tak akan gamang berganti..

cokelat, sebagaimana kita disini selalu percaya, dua orang memegang senjata satu orang berkulit kuning langsat, satu orang berkulit cokelat. kita akan langsung berujar "si kuning membela diri", "si cokelat adalah penjahat". padahal siapa yang tahu? memangnya kamu bisa membedakan orang baik hanya dengan apakah dia pakai kostum ala daerah tertentu, atau warna tertentu...

cokelat...

benarkah perempuan lebih tertarik dengan coklat dibandingkan berguling-guling berdua dengan rasa cinta? hahaha, saya ga percaya yang demikian tuh. kecuali kamu perempuan yang gemar menghabiskan waktu mu dengan makanan segudang, menumpuk lemak nabati, tidak akan memiliki pacar sampai kamu mengurus... hahaha, kejam, tapi ya itu lah realita coklat...

cokelat, dengan lagu nasionalis baru "bendera", menawarkan rasa semu terhadap kebanggaan tanah air. padahal apanya yang bangga? lo mau ngebela bendera seperti orang bodoh? Jangoism-nya indonesia. nasionalis buta. seperti gw liat ada orang yang menampilkan atribut nasionalis preman tapi kelakuannya, kata berbusana, jiwa, bahkan
rasa budayanya, sangat tidak indonesia melainkan sangat majalah konsumsi sekali...

pahit kan?

sampai akhir kata...

aduh, terkutuk lah yang nyuruh temanya "cokelat". tau apa coba gw tentang cokelat, terlebih produk cokelat masa kini... karena pada dasarnya apa yang kamu pikir enak itu pada dasarnya semu...

semua hal yang kamu rasa asik, manis, dan menggelora itu semua semu... kamu harus membongkar apa didalamnya... seperti cokelat, kamu harus tau rasa cokelat itu sebleum disepuh dengan
susu manis seperti apa... ya PAHIT!!!

mungkin hal yang gw tahu sekarang adalah terlahir didunia ini pahit, tapi manisnya adalah mungkin kita belum segitu sadarnya tujuan kita kenapa diciptakan sehingga kita akan selalu tenggelam dalam opium manis ini sendiri, tipuan, sepuhan, seperti bangkai tikus disepuh kuningan...


he, gw pamit ya kawan-kawan! minggu depan mau cabs satu-dua minggu agaknya jadinya gw posting duluan!!!


sekali lagi... TERKUTUK YANG NYURUH TEMA COKELAT
HUHUHUHUUH KACAU KAN NIH TULISAN GW!!!!!!!!!!!



(Irfan.Bukan.Afgan.Tai!!!)

Jumat, 11 Juli 2008

pop yang membudaya

saat diberitahu tentang tema kali ini yang serjudul 'budaya pop', saya sempat bertanya-tanya. alhasil, saya pun mencari tahu dari beberapa sumber, baik dari dunia maya maupun dari dunia nyata. ada seorang teman yang baik yang merangkum pengertian dari sebuah situs hanya dengan dua kata, kemakan zaman. dan setelah saya pikir-pikir, benar juga kata teman saya yang lain, pengertian budaya pop tergantung dari intepretasi masing-masing orang. jadi inilah budaya pop dari kacamata saya.

kata pop yang sering kita dengar berasal dari kata populer, contohnya saja musik pop. suatu hal yang populer itu kemudian membudaya, mungkin karena saking populernya. jadilah budaya pop hadir di masyarakat kita. apa pun yang terkini menjadi sesuatu yang seakan-akan wajib diikuti oleh semua orang.

budaya pop tidak melulu menelan anak mall sebagai korban. disadari atau tidak, sempat muncul budaya mendadak-cinta-kota-tua. dimana-mana ada saja anak muda yang mengalungkan kamera SLR di lehernya. orang yang tadinya hanya mengandalkan kamera HP langsung merengek pada mami-papinya untuk dibelikan kamera yang harganya bisa untuk biaya kuliah. bagi orang-orang yang memang sudah terjun dalam dunia kota tua dan kamera, hal ini sangat menggelikan. dasar anak bau kencur.

ada pula budaya populer di bidang olahraga. masih ingat bowling? sekitar tahun 2002/2003, bowling sempat menjadi olahraga yang paling digandrungi. dan mungkin aneh kalau anda tahu bahwa saya belum pernah main bowling sekalipun, terlepas dari sekedar gaya atau olahraga dan manfaat sebenarnya. saya ingat, seorang teman -yang saat itu masih SMP- dengan semangat mengikuti kursus bowling. tidak tanggung-tanggung, dia juga membeliberbagai alat penunjang lainnya, dari sepatu khusus sampai bola bowling. saya ingin tahu disimpan dimana bola itu sekarang. (n.)

bentuk budaya populer yang tak dapat kita hindari akhir-akhir ini adalah budaya batik. mungkin tujuannya memang baik, untuk melestarikan budaya tanah air. tapi apa untuk membuktikan kecintaan itu artinya kita harus memakai batik kemana-mana, termasuk mall? saya memberi nama khusus untuk penyakit populer yang satu ini, korban mode! bukan cuma batik, tapi juga kacamata geeky dan kawan-kawannya. rasanya mall jadi hampir sama seperti sekolah, orang-orang yang berkeliaran di dalamnya memakai seragam. mungkin memang benar korban budaya pop terbesar adalah anak mall. dan tak lupa, saya harus menambahkan tante-tante ke dalam daftar itu. mungkin kalau mall bisa dbilang sekolah khusus budaya populer.

sebenarnya budaya pop bukanlah suatu hal yang buruk seburuk-buruknya, tapi lagi-lagi ini dilihat dari kacamata saya. gaya yang membudaya ini biasanya bermula dari sesosok manusia dengan publisitas tingkat tinggi. apa yang dipakai oleh seseorang di layar tv langsung diikuti pemirsanya di rumah. fesyen pun berubah makna menjadi pasaran. itu efek jeleknya, tapi untungnya masih ada budaya pop yang bisa menjadi hal positif. suatu kebetulan yang indah, saya mendapati salah satu majalah gaya hidup favorit saya yang sedang mengulas jeans sebagai pop icon. saya bersyukur budaya pop yang bermula sejak perang dunia kedua itu menjadi sesuatu yang abadi dan tak lekang dimakan zaman. malah sampai sekarang jeans mengalami berbagai perkembangan dan menciptakan budaya pop yang baru. hebat bukan?

pada intinya, baik-buruknya budaya pop ditentukan kita sendiri. tidak ada salahnya mengikuti perkembangan zaman, namun bukan berarti kita lupa pada kepribadian dan keunikan masing-masing pribadi. jangan mudah terpengaruh gaya terkini. atau lebih sederhananya, jangan mudah kemakan zaman.

Kamis, 10 Juli 2008

G4UL yuk!

jujurrrr aja, gw agak nggak ngerti-ngerti banget sebenernya tentang istilah pop culture ini. tapi setelah membaca 2 post yang telah mendahului dan searching di Google which lead me to the oh-so-famous Wikipedia, i think im starting to get the picture.

kata Wikipedia:

"Popular culture (or pop culture) is the culture — patterns of human activity and the symbolic structures that give such activities significance and importance — which are popular, well-liked or common"

jadi gw udah meng-interpret kata-kata diatas ke dalam bahasa gw sendiri dan akan mulai menuliskan apa yang gw tangkep dari kata-kata diatas, sesuai dengan pengertian gw.
so here goes...

Anak Gaul Jakarta. istilah yang sempet populer beberapa tahun lalu which refers to anak-anak gaul di Jakarta. (im bad at describing things!) well, keywordnya adalah GAUL. ato jaman SD dulu, kalo mo disebut 'gaul', nulisnya G-4-U-L.

you see, gw suka jalan-jalan ke mall tanpa tujuan yang jelas. palingan nonton sama makan. kalo lagi nggak jelas ngapain, gw sama temen gw suka ngomongin orang-orang yang lewat di depan kita.. tua, muda, bayi, bayi besar, dll. tapi satu hal faforit gw adalah menilai gerombolan anak-anak g4ul yang berlalu lalang. membagi gerombolan anak-anak ini jadi 4 golongan:
1. SMP
2. baru mau lulus SMP
3. SMU
4. hampir lulus SMU.

how to spot them? yah, biasanya mereka pake baju yang rather colourful atau hebring, ato pake topi fedora ala tompi, pake kaffiyeh, orr sendal gladiator yang lagi in jaman gini, atau kadang suka ada yang lebay pake dress (hello this is Indonesia!). masih mending kalo makenya satu-satu. ada aja loh orang yang make semua hal di atas disaat yang bersamaan! man some people just try too hard..

anyways, biasanya golongan yang paling mengherankan buat gw dan temen gw adalah golongan yang pertama yaitu anak SMP dan sometimes golongan kedua juga. tapi yang pertama lebih menarik perhatian. kenapa mengherankan? jadi gini.. kalo gw look back ke jaman-jaman SMP dulu (sekitar umur 13-15thn) , gw inget banget bahwa kegiatan gw sangat terbatas. jalan ke mall, musti ijin nyokap bokap dan itupun frekuensinya sangat terbatas! sebulan sekali kali!? yah pokonya kalo hari ini gw udah jalan-jalan, minggu depan belom tentu boleh!

tapi seiring berkembangnya jaman, gw melihat sekarang di mall-mall, di friendster, di facebook, dan dimana-mana, anak-anak yang disebut g4ul ini makin kecil umurnya! man.. it tickles y'know. menggelikan. gw pernah buka Friendsternya temennya temen gw. sebut aja si A. si A ini anak SMP kelas 2, tapi difoto-fotonya dia lebih terlihat seperti anak kuliahan (which is probably the whole point of it). foto-fotonya dia lagi jalan-jalan di mall, nongkrong di Starbucks atau spot-spot g4ul lainnya seperti Foodfest, PIM, Citos, dll. itu masih mending! beberapa foto lainnya adalah foto-foto dia lagi clubbing. woyyy!? anak bocah umur 14 tahun! sweetseventeen-nya aja masih 3 tahun lagi! tsk tsk..

yang menjadi pertanyaan di otak gw adalah, emang bokap nyokap gw yang dulu kolot, atau emang perkembangan jaman segini lucunya?! emangnya mereka nggak dimarahin papamamanya apah kalo pulang diatas jam 9 mlm? haha.. ngak ngerti deh.

another thing yang gw perhatiin, di Friendster/Facebook, ada beberapa hal yang secara nggak langsung lagi in yang (mungkin!?) bisa disebut bagian dari si Mr.PopCulture, kalo gw nggak salah menginterpretasikan artinya. dilihat dari mananya sih?? gini gini.. gw juga tipe orang yang suka buka-buka profile orang-orang tak dikenal dan bikin an uneducated guess tentang si orang ini. nggak jarang gw browsing, dan menemukan foto-foto anak SMU (cie gw sombong udah kuliah) yang berfoto-foto dengan sebotol minuman beralkohol, like it was the coolest thing on earth! teruss foto-foto lain lagi clubbing bersama para sobii. seakan-akan dari foto-foto ini mereka mo bilang "Hey, aku clubbing loh. so i'm cool!" tsk tsk.. skalian aja bilang,"hey, perut gw buncit karna minuman beralkohol loh! im cool!"

well, gw bukannya mau nge-judge orang salah/bener, dosa/ngga dosa. semua orang punya lifestyle nya masing-masing lah. tapi kayanya nggak banget aja kalo tingkat g4ul lo harus diukur dari minum/nggak ato clubbing/nggak nya elo. tapi kenyataannya, ini emang sering jadi tolak ukur g4ulnya mereka (baca: anak-anak dari 4 golongan yang tadi gw sebut diatas). one word: pathetic. betapa dangkalnya calon-calon penerus bangsa jaman skarang... (saelahhhh)

tipe foto-foto yang lagi IN lainnya adalah berfoto dengan muka jelek (yang setelah dijepret orangnya bilang "ih gw lucu"). atauu foto dirisendiri yang mukanya kepotong setengah.. (gw dulu sempet punya! tapi skrg semua orang ikut-ikutan so nevermind!). sempet juga populer berpose dengan rambu-rambu lalulintas. gw yakin lo tauu dong yang ini? foto dibawah STOP! sign, ato NO SMOKING, ato DILARANG PARKIR, ato sekedar panah-panah yang warna biru putih. pokonya rambu lalu lintas! kalo duluuu banget pas Friendster masih agak baru, foto-foto yang lagi in tuh foto-foto close up mampus yang hanya keliatan muka, idung, bibir, pipi, mata. familiar?

mungkin post gw agak random yah?! but what im saying is... si Mr.Popculture di Jakarta ini emang suka membawa hal-hal yang lucu dan menyedihkan at the same time. menyedihkan karena itu tadi, penilaian level keg4ul-an lo seringkali hanya sedangkal itu. sebatas minum, clubbing, ngerokok, hangout di Kemang (padahal ada banyak tempat-tempat lain yang lebih bebas macet dan mudah di jangkau, tapi demi G4UL, harus ke Kemang!). hal-hal lucu karena banyak hal-hal nggak penting yang mendadak bikin lo terlihat g4ul, seperti si rambu lalulintas tadi.

AGEJE OH AGEJEE...

(C.A.)

Selasa, 08 Juli 2008

Budaya Massa & Gerakan Perlawanan Post-Noblism

Karena seharusnya kita sendiri yang memilih apa yang baik buat kita…


Pada mulanya semangat pop culture atau budaya massa berangkat dari penolakan masyarakat kelas menengah dan bawah atas seni serta “budaya tinggi” yang dahulu dikuasai hanya oleh sejumlah kalangan yang memegang tampuk kekuasaan berpendidikan tinggi, sekumpulan masyarakat keturunan bangsawan atau sarjana yang menjaga tata etis mereka pada ruang terbatas yang sempit. Tentu Kita bisa bayangkan jaman dulu betapa orang hanya bisa menikmati musik sebatas di ruang tertutup berisikan orkestra yang memainkan simfoni, dimana kebanyakan penikmat kebanyakan hanya menjadi sebatas penikmat. Begitu pula dengan puisi, lagu, tata bicara, teater –bioskopnya orang jaman dulu- dan lain lain.

Beberapa saat kemudian, segera selepas perang dunia kedua dan pertumbuhan industri seni seperti musik, film, dan busana, kaum post-modern menggembor-gemborkan “sekarang udah ga ada bedanya kok budaya tinggi dan budaya rendah” seraya mungkin kalau orang Indonesia berkacak pinggang sambil nunjuk-nunjuk dengan tatapan sinis melecehkan bilang ke orang-orang tinggi itu “hey, sekarang lo udah ga ada apa-apanya, kita bisa kok dapetin sama kaya yang dulu lo lo orang pada dapetin”.

Tapi ya, beberapa saat kemudian, banyak kaum post-modern itu kemudian kembali berduka dan merundungkan muka. Betapa tidak? Setelah mereka –yang suka membongkar-bongkar itu, mungkin TV harus dibongkar biar tau isi sinetron? hahaha- mempelajari tubuh budaya massa secara seksama, muncul banyak permasalahan gagasan atasnya.

Yang menjadi masalah adalah, semangat penolakan itu sendiri agaknya semu belaka. Budaya massa sendiri itu muncul setelah pembernilaijualaan besar-besaran (bahasa gaulnya “komodifikasi” atau commodification) terhadap barang-barang tertentu kepada masyarakat luas dengan tujuan mencari keuntungan. Karena bertujuan mencari untung inilah maka kelompok sasaran yang dicari haruslah dengan jumlah terbanyak. Kelompok sasaran ini tidak lain berasal dari kelas menengah dan kelas pekerja.

Biar banyak orang membeli, tentunya konten dari barang jualan ini harus sebisa mungkin sederhana dan tentunya menarik banyak orang. Contohnya, banyak banget dari kita yang milih nonton film bukan karena ceritanya tapi lebih ke ukuran ganteng-cantiknya bintang pemeran, atau karena seberapa “buka-bukaan“ busana. Dalam lagu, kamu bisa liat gimana lagu semakin “catchy” atau penuh kata-kata / kalimat mudah diingat untuk dinyanyikan ulang dengan aransemen “gitu-gitu aja”. Pokoknya hal-hal yang -meskipun semu dan semata bentukan, namun- tergolong lekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Ditengah hal semu menyejemukan budaya massa itu, ada satu yang menarik perhatian saya… dan mungkin dirasakan sama kamu…

Dari “kegelapan” hingar bingar budaya massa yang dimana semua orang dengar lagu yang itu diganti cepat oleh lagu yang lain oleh artis berbeda -yang isinya sebenarnya gak jauh-jauh amat-, muncul sebuah gerakan perlawanan loh!

“Serius lo?”

yap, gerakan perlawanan ini bisa dibilang sub-budaya, sekalipun kamu gak harus bener-bener apa yang kata band jadul yang semua anak Britpop sejati pasti kenal, The Jam, bilang “going underground” untuk bisa melancarkan perlawanan ini.

Saya namain ini sub-budaya “Post-Gentlemanism” atau bisa juga disebut “Post-Genteelity” untuk membaurkan peran gender perempuan dan laki-laki. Orang-orang yang saya katakan masuk kedalam gerakan budaya baru ini melawan gerakan kebanyakan orang atau mainstream justru dengan mempelajari dan menikmati semua hal yang awalnya berakar dari kebudayaan tinggi, yang tadinya juga hanya bisa diakses oleh aristokrat dan masyarakat tinggi.

Secara garis besar, “gerakan” ini biasa direpresentasikan kelas menengah terdidik yang bisa memperoleh pendidikan tinggi dan merasa tidak puas dengan gejala-gejala “seni” dan “barang” yang menurut masyarakat luas “bernilai tinggi”, namun menurut mereka terlalu dangkal dan membodohi.

Sebagaimana budaya gentleman, neo-nobles mengacu pada perilaku yang sarat khas gentleman di eropa barat, khususnya inggris. Perilaku sifat ini, sebagaimana dengan stereotip gentleman di media massa seperti di film dan literatur, misalnya mendiskusikan bacaan atau topik yang teramat sukar dipahami orang tidak berpendidikan tinggi, perbincangan tentang filsafat dan pengutipan-pengutipan dalam skala berat, serta penggunaan bahasa ketiga sebagai gado-gado dalam percakapan, selain bahasa asli dan inggris.

Selain ciri khas demikian, sub budaya ini juga menemukan orang-orang didalamnya mengerti seni lebih dalam. Namun, ketimbang terjebak pada pemapatan seni semu seperti budaya gentlemen dahulu, para penganut neo-nobles malah berhasil mengasupi dirinya dengan seni “sesungguhnya” dimana konsumsi berarti memilih dari banyak jalur luas, bukan semata apa yang ada disekitar saja.

Ambil contoh penghargaan terhadap seni ini, teman saya yang tergolong kaum post-nobles dan dalam saat yang sama menyenangi musik Hip-Hop bisa menemukan esensi musik Hip-Hop lebih dari bagaimana budaya massa menampilkan Hip-Hop itu sendiri.

Dia berhasil menemukan Hip Hop itu serta narasi besar sejarahnya seperti apa lebih dari apa yang media paparkan definisi “Hip Hop kacang rebus” berlandasan pikiran cepat bisa dijual itu sendiri, misalnya machoisme, sexism, misoginis, pengunjukkan materi dan wanita-wanita berbusana minim bergoyang ngebor inul yang aslinya yaa hanya sekedar bumbu jualan. Teman saya itu memilih

Sifat ini sendiri berangkat dari kesadaran pikiran terdidiknya bahwa budaya massa itu sema dan tidak lain berisi gimmick yang seperti permen karet, disukai karena manis dan bisa segera cepat buang untuk digantikan permen baru lainnya.

Agaknya ciri khas diatas sudah cukup untuk merepresentasikan gerakan post-noblism, sisanya bisa kamu cari sendiri.

Saya yakin beberapa dari kamu mungkin akan tersenyum tertawa kecil berkata “Wah, ini gw banget”, sementara yang lainnya akan terbengong-bengong bertanya-tanya “apaan sih tuh?”.


yaah, gimana dong? Kita kan ga bisa maksa semua orang sadar apa yang mereka lakukan selama ini!

hehehe....


hanya untuk kekecewaan musik ini kupersembahkan...

http:/www.reverbnation.com/serenadaiblis